Selain jagung bose yang terlalu terkenal itu, masih ada begitu banyak makanan tradisional orang Timor. Sayangnya, di hadapan nasi putih, semua makanan ini tak berdaya apa-apa. Dengan berbagai kemudahan pembagian beras oleh pemerintah dan para benefactor, makanan tradisional ini boleh dikata sudah punah.
Pada perayaan Hari Pangan Sedunia, 13 Oktober 2013 yang lalu, di Paroki St Paulus Oinlasi berlangsung pameran kerajinan dan pangan tradisional Atoin Meto – TTS. Peserta pameran ini adalah umat katolik dari stasi dan beberapa Paroki tetangga. Panitia juga mengundang masyarakat sekitar yang beragama lain untuk berpartisipasi dalam pameran tersebut.
Yang dipamerkan dalam stan-stan sederhana itu adalah hasil kerajinan tradisinal seperti tenun ikat, anyaman muti, dan makanan dari tepung sagu. Di stan stasi Fatumnasi misalnya, para peserta disuguhi hidangan puta’laka. Penganan ini diolah dari tepung intisari pohon gewang, yang disebut putak. Putak ini biasanya untuk pakan babi, tapi bisa juga diolah lebih lanjut untuk makanan. Intisari gewang dipotong-potong, kemudian ditumbuk untuk memisahkan serat dari tepung. Tepung putak ini kemudian direndam semalaman. Endapan dari rendaman tersebut digumpalkan seperti bola sebesar buah jeruk bali, lalu dikeringkan. Namanya put’boe’. Put’boe’ inilah yang menjadi bahan dasar untuk membuat puta’laka.
Adapun cara membuat putalaka adalah sebagai berikut. Gumpalan putboe tadi dicampur dengan sedikit air lalu diceperkan dan disangrai. Biasanya diberi campuran kacang hijau atau parutan kelapa. Rasanya guriiih. Tapi kau butuh minum banyak air kalau tidak ingin tercekik.
Penganan lainnya berupa singkong bakar, dan jagung goreng. Sayangnya dari stan ke stan tidak saya temui uk saku dan jagung sangrai.
Sebenarnya masih banyak makanan tradisional Atoin Meto yang sekarang sudah sulit ditemukan. Bisa jadi karena proses pengolahannya yang memakan waktu sangat-sangat lama. Sementara sudah tersedia berbagai macam penganan siap saji yang menggiurkan.
Sebut misalnya uk. Kita pertama-tama harus menyangrai jagung, didinginkan kemudian ditumbuk sampai benar-benar halus. Jika tidak sampai halus, kita akan tersedak-sedak waktu makan.
Lain lagi laku tobe. Ini adalah makanan dari kukusan tepung gaplek. Apa itu gaplek? Irisan singkong yang dikeringkan, sebagai salah satu cara pengawetan singkong. Gaplek ini bisa langsung direbus dan dimakan, atau dicampur dengan jagung bose. Biasanya bagian dalamnya tetap kering dan keras tak peduli berapa lama kita merebusnya. Kalau kau mau lebih sibuk, bikin saja laku tobe. Gaplek tadi kita tumbuk halus, lalu kita kukus dengan tobe [=anyaman daun lontar berbentuk kerucut]. Rasanya jauh lebih enak dan tentu saja lebih gurih jika ditambah parutan kelapa.
Makanan lainnya adalah rebusan sejenis kacang-kacangan, yang disebut koto. Ada sejenis koto yang hidup liar di hutan dan karena beracun di sebut kot’laso. Kendati cukup beracun, koto ini bisa diolah menjadi makanan yang gurih. Dan cuma satu syaratnya: kesabaran. Koto ini direbus berkali-kali, biasanya minimal sepuluh kali – seolah-olah ini angka keramat. Setiap kali mendidih, air rebusannya diganti. Bahasa Dawannya pese’ [lafal e seperti pe dalam P]. Nama makanan ini adalah kot’pese. Bayangkan kalau kacang-kacangan direbus hingga sepuluh kali? Lembuuuuut sekali. Tapi, ini hanya dimakan saat menanti musim panen, ketika lumbung sudah tak ada isi lagi dan umbi-umbian sudah habis diganyang – kita terbiasa menyebutnya napu: musim kelaparan.
Kembali ke jagung bose. Tadi saya katakan terlalu. Kenapa? Makanan khas orang Timor sesungguhnya adalah penpasu. Orang Kupang menyebutnya Jagung Ketemak. Biji jagung yang sudah tua direbus bersama kacang-kacangan dan sayuran hijau. Kalau beruntung punya daging, isi penpasu akan lebih bervariasi dengan adanya serat-serat daging babi atau sapi yang gurih. Coba kau tanya orang Timor, apa dia suka makan Penpasu? Sedangkan jagung bose hanya satu variasi dari penpasu: kulit ari dihilangkan dengan cara ditumbuk (dengan sedikit air dan kapur sirih), variasi lainnya: biji jagung dihancurkan dengan batu menyerupai butir-butir nasi; jagung titi aka nasi jagung., sampai ke yang lebih halus, menyerupai tepung: bubur jagung. Yang terakhir ini konon digemari juga di negara-negara Amerika Selatan.
So, ketika nasi putih menjadi raja, orang Timor mulai merasa minder untuk makan jagung. Kalaupun terpaksa makan jagung maka pilihan paling eksotis adalah jagung bose. No penpasu! “Memalukan, seperti makan pakan ternak”
0 komentar:
Posting Komentar